Ibu adalah inspirasi terbesar dalam hidupku. Entah sudah berapa tulisan kubuat untuk mencurahkan kekagumanku akan Beliau. Sudah lebih dari 25 tahun usiaku berlalu, tak sedikitpun berkurang kekhawatiran Ibu akan kami putra-putrinya. Bukan hanya ibuku, pasti juga ibu-ibu lainnya, ibu dosen, ibu pacar kita, ibu tetangga sebelah, ibu yang jualan nasi uduk, ibu mertua, semuanya, pastilah kekhawatiran terbesar mereka adalah perihal kebahagiaan putra-putrinya. Ketika hendak makan, yang diingat adalah apakah anakku sudah makan. Ketika hendak tidur yang terbayang adalah apakah anakku tidur di tempat yang layak saat ini. Ketika berdoa takkan alpa disebutnya nama kita.
Tengoklah sesaat pada beberapa tahun silam ketika awal mula kita terlahir ke dunia ini. Mungkin saat itu belum ada handphone sehingga ayah kita harus berlari kesana-kemari menjemput ambulan atau meminjam sepeda motor tetangga untuk mengantar ibu yang tengah berjuang keras memberi kehidupan pada kita. Mungkin saat itu belum ada popok praktis sebut saja merk-nya seperti Huggies, Pampers, dll sehingga ayah dan ibu harus bergantian mencuci kain popok yang jumlahnya tak kurang dari 10 helai tiap hari. Aku jadi teringat cerita ibuku, betapa nakalnya kakakku ketika bayi dahulu, tak sedikitpun bisa dilepas dari gendongan ibu, sampai-sampai tidurpun kakakku yang masih bayi itu ditidurkan di atas badan ibu yang sudah kelelahan mengasuhnya seharian. Alhamdulillah menurut ibu, aku cukup 'manut' jadi tak begitu merepotkan beliau karena kami empat bersaudara hanya selisih satu tahun tiap kelahiran, bayangkan betapa repotnya.
Beranjak balita, makin menjadi-jadilah kenakalan kami bersaudara. Pernah suatu ketika hampir menghanguskan isi rumah karena penasaran akan fungsi heater (pemanas air), aku dan kakakku menghubungkan alat tersebut ke listrik dan meletakkannya di kasur lalu kami tinggal pergi. Ibu panik melihat asap mengepul dari kamar, tapi yang diingatnya saat itu adalah "Anakku, di mana anak-anakku?" sambil menangis, berteriak memanggil nama kami. Tapi kami yang dicari ternyata sudah asyik sendiri main tanah di halaman belakang. Aku tak ingat hal itu pernah terjadi, ingatanku masih sangat lemah saat itu, tapi aku bisa merasakan kekalutan seorang Ibu. Bagaimana dengan teman-teman, masih adakah sedikit memori kalian dengan ibu saat kanak-kanak dahulu? Tak ada salahnya berbagi :)
Tak terasa waktu bergulir sangat cepat. Ibu menangis saat merindukan kehadiran kakakku yang sudah menikah dan lebaran lalu tak bisa berkumpul dengan kami di rumah. "Rasanya baru kemarin melahirkan, baru kemarin ngajarin jalan, sekarang udah jadi istri orang", aku tertawa mendengarnya, tapi tenggorokanku sakit menahan tangis. Rasanya aku takkan mau menikah jika jarak yang memisahkan nanti akan menimbulkan kerinduan ibu padaku dan justru menyiksa beliau. Kucoba mengabadikan ibu dengan kamera digital yang baru kubeli dari uang beasiswa yang cair sebelum lebaran lalu. Sudah kuingatkan ibu, "Ndak usah bikin kue, beli aja, paling juga ndak ada tamu." Tapi ibu selalu menjawab, "Ndak bikin kue buat tamu, ini kan buat anak-anak ibu sendiri, nanti kamu bawa pulang ke kosan. Pulang dari kampus kalo males beli nasi ya dimakan, lumayan buat ngganjel perut." Rasanya air mataku mau tumpah.
Ibu tak lagi muda, dahulu memasak pastel kering lima kilo sehari juga tak masalah, tapi kemarin beliau sudah tak kuat, duduk terlalu lama saja tak kuat. Jadilah tugas memipihkan adonan dilimpahkan pada adikku yang paling bungsu. Bahkan untuk menghias pinggiran pastel pun harus memakai kacamata, karena pandangannya tak lagi tajam. Ah sudah-sudah.. kenapa jadi nostalgia gini maaf ya.. ^_^'
Sekedar mengingatkan, tanggal 22 Desember nanti adalah hari ibu. Momen yang tepat untuk jadi alasan menutupi ketaksanggupan kita mengucap sayang pada ibunda. Sisihkan waktu kita beberapa detik untuk telepon, sms, mengirim kado atau pulang ke rumah untuk menengok beliau. Bersyukurlah bagi kita yang masih memiliki ibu secara fisik karena kesempatan itu masih terbuka lebar, untuk mencium tangan beliau, memijit pundaknya, meminta maaf atas segala kesalahan kita. Aku sendiri takkan kuat jika harus bilang "Aku sayang Ibu" secara langsung, paling berani kutulis via sms, itu saja aku yakin sudah membuat ibu menangis haru. Sebaiknya tak perlu menunggu tanggal 22 Desember juga. Usai tulisan ini kawan-kawan baca segerakanlah menghubungi ibu masing-masing sebelum kesibukan dunia melalaikan kita dari mengucap trimakasih dan maaf yang tulus kepada orang tua kita terutama Ibu.
Semoga sedikit tulisan ini mampu mengingatkan kita untuk senantiasa membalas kasih ibu walaupun hanya dengan secuil doa. Semoga kita tergolong sebagai anak yang berbakti pada kedua orang tua.Amiin..
Selamat hari ibu, Bunda. Ananda senantiasa menyayangimu :)
kasih ibu sepanjang masa :|
I love U mom..
Inspiratif banget, ibu memang tidak tergantikan